Mantan perdana menteri Malaysia yang berkuasa di periode pandemi didakwa melakukan korupsi – peristiwa yang makin meningkatkan gonjang-ganjing politik yang sudah berkelindan di Negeri Jiran.
Muhyiddin Yassin, 75 tahun, ditangkap hanya beberapa bulan setelah kalah pemilu dari Anwar Ibrahim untuk memperoleh kursi perdana menteri, November lalu.
Muhyiddin dituduh melakukan kejahatan penyuapan dan pencucian uang lewat anggaran Covid saat ia berkuasa.
Ia membantah seluruh tuduhan tersebut. Para pendukungnya menyatakan kasus ini bernuansa politik.
Kasus kejahatan luar biasa ditujukan kepada pemimpin aliansi oposisi konservatif tersebut menjelang pemilu penting bulan Juli.
Muhyiddin menjadi mantan PM Malaysia kedua yang terjerat kasus korupsi. Sebelumnya mantan PM Najib Razak dipenjara 12 tahun atas tuduhan korupsi yang melibatkan perusahaan investasi 1MDB milik negara.
Muhyiddin yang memimpin Aliansi Muslim-Melayu, berkuasa atau duduk sebagai PM dari 2020 sampai 2021 selama 17 bulan.
Dia punya sejarah perselisihan yang panjang dengan perdana menteri saat ini yaitu Anwar Ibrahim soal pembelotan politik.
Berbagai tuduhan penyuapan dan pencucian uang dibacakan dalam sidang dakwaan terhadap mantan PM Malaysia, Muhyiddin Yassin di Pengadilan Kuala Lumpur pada Jumat, (10/03).
Jaksa penuntut umum mendakwanya menerima suap sebesar US$51 juta atau sekitar Rp788 miliar dari perusahaan yang berharap memperoleh keuntungan dari program belanja pemerintah. Jaksa juga mendakwa Muhyiddin melakukan dua perkara pencucian uang dalam kasus tersebut.
Jika terbukti bersalah ia akan menghadapi hukuman 20 tahun penjara. Muhyiddin mengajukan pembelaan tidak bersalah di pengadilan pada Jumat, dan dibebaskan dengan jaminan – meskipun paspornya telah ditahan.

Pemimpin oposisi tersebut didakwa hanya satu hari setelah ia diperiksa komisi anti-korupsi atas tuduhan tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia melakukan penyelidikan pada Februari, dan membekukan akun bank partainya. Dua mantan petinggi partainya juga ditahan dengan tuduhan korupsi.
Insiden ini makin meningkatkan ketegangan politik Malaysia.
Aliansi Muslim-Melayu konservatif di bawah Muhyiddin menjadi paling populer di kalangan mayoritas pemilih Melayu di negara itu dalam pemilu yang berlangsung November.
Tapi, PM Anwar Ibrahim akhirnya berhasil mengamankan kekuasaannya dengan progresif melalui koalisi multi-etnis – setelah bergabung dengan Partai Organisasi Nasional Malaysia Bersatu (UMNO) – yang dulunya sangat kuat akan tetapi memburuk karena kasus korupsi.
Wakil Anwar Ibrahim yang saat ini memimpin UMNO juga menghadapi tuduhan korupsi.
Pemilu pada Juli secara luas dilihat sebagai ujian dukungan untuk perdana menteri saat ini.
Hal itu menambah keyakinan kuat di antara banyak pendukung Muhyiddin bahwa kasus korupsinya bernuansa politik.
Kasus ini dilihat oleh banyak warga Malaysia melalui kacamata persaingan sengit yang mengguncang politik negara itu sejak kekalahan bersejarah lima tahun lalu dari UMNO – partai yang pernah tak terkalahkan.
Negara ini telah menyaksikan lima perdana menteri yang berbeda selama bertahun-tahun – persidangan terhadap tokoh senior pasti dilihat sebagai peristiwa politik, menurut para pengamat.